Rabu, 08 Juli 2009

KOR PULMONALE

KOR PULMONALE










Disusun Oleh:
A@ SOIM








SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2008
KOR PULMONALE

Kor pulmonale merupakan suatu keadaan dimana timbul hipertrofi dan dilatasi ventrikle kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit yang menyerang struktur atau fungsi paru-paru atau pembuluh darahnya. Definisi ini menyatakan bahwa penyakit jantung kiri maupun penyakit jantung bawaan tidak bertanggung jawab atas patogenesis kor pulmonale. Kor pulmonale dapat terjadi akut (contohnya: emboli paru-paru masif) atau kronik, pembahasan berikut menerangkan tentang kor pulmonale kronik.
Insidens yang tepat dari kro pulmonale tidak diketahui, karena seringkali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis yaitu pada waktu otopsi, diperkirakan insidens kor pulmonale adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung berdasarkan hasil penyelidikan yang memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel postmortem (Fishman, 1998).

Fungsi Normal dari Sirkulasi Paru-Paru
Sirkulasi paru-paru terletak diantara ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam anyaman vaskuler paru-paru tidak hanya tergantung dari ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakan pernafasan. Karena sirkulasi paru-paru normal merupakan sirkulasi yang bertekanan dan resistensi rendah, maka curah jantung dapat meningkat sampai beberapa kali (seperti yang terjadi pada waktu latihan fisik) tanpa peningkatan bermakna dari tekanan arteria besarnya kapasitas anyaman vaskuler paru-paru, dimana perfusi normal hanya 25% dalam keadaan istirahat, serat kemampuan untuk menggunakan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik.

Etiologi dan Patogenesis
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperit emboli paru-paru berulang, dan penyakit yang menganggu aliran darah paru-paru akibat penyakit pernafasan obstruktif dan restriktif. PPOM terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab tersering dari kor pulmonale. Penyakit-penyakit pernafasan restriktif yang menyebabkan kor pulmonale dapat berupa penyakit-penyakit “intrinsik” seperti fibrosis paru-paru difus, dan kelainan “ekstrinsik” seperti obesitas yang ekstrim, kifoskoliosis atau gangguan neuromuskuler berat yang melibatkan otot-otot pernafasan. Akhirnya penyakit vaskuler paru-paru yang mengakibatkan obstruksi terdapat aliran darah dan kor pulmonale cukup jarang terjadi dan biasanya merupakan akibat dari emboli paru-paru berulang.
Apapun penyakit awalnya sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru-paru dan hipertensi pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan resistensi vaskuler paru-paru pada arteria dan arteriola kecil.
Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru-paru adalah:
1. Vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru
2. Obstruksi dan atau obeliterasi anyaman vaskuler paru-paru.
Mekanisme yang pertama tampaknya paling penting dalam patogenesis kor pulmonale. Hipoksemia, hiperkopnea dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOM bronkhitis lanjut adalah contoh yang paling baik untuk menjelaskan kedua mekanisme itu terjadi. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih kuat untuk menimbulkan vasokintriksi volmunar dari pada hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertropi otot polos arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis hiperkapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnea, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru-paru.
Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema dicirikan oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskular diperkirakan tidak sepenting vasokintriksi hipoksia dalam patogenesis kor pulmonale. Kira-kira 2/3 sampai ¾ dari anyaman vaskular harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna. Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar atau akibat kelainan perfusi-ventilasi. Dalam pembahasan diatas jelas diketahui bahwa setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas mekanisme ventilasi atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan kor pulmonale.


pathway




























Manifestasi Klinis
Diagnosis kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria:
1. Adanya penyakit pernafasan yang disertai hipertensi pulmonar.
2. Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.
3. Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnea dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada radiogram menunjukkan kemungkinan penyakit paru-paru yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfisema atau tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau kelelahan, sinkop pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada substernal mengisyarakatkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik dari hipertensi pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua dan bising akibat insufisiensi katup trikus pidalis dan pulmonalis. Irama gallop (S3 dan S4), distensi vena jugularis dan gelombang A yang menonjol hepatomegali dan edema perifer dapat terlihat pada pasien dengan gagal ventrikel kanan.

Penanganan Kor Pulmonale
Penganganan kor pulmonale ditunjukkan untuk memperbaiki hipoksia alveolar dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkannya. Dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengah hati-hati. Pemakaian oksigen yang terus-menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonar, polisitemia dan takipnea memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas (Kersten, 1989). Bronkodilator dan antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien PPOM. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi antikoagulansia jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang.


DAFTAR PUSTAKA

Boughman, Diane.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Buku Saku dari Brunner dan Suddarth. EGC: Jakarta.

Price, SA. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta.

http://www.kalbe.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar